Pastinet – Kecerdasan Buatan (AI) mampu menghasilkan tulisan, gambar, musik, dan video yang semakin menyerupai karya manusia. Terdapat laporan mengenai penggunaan AI untuk melakukan kecurangan oleh para siswa, dan telah muncul industri yang menggunakan buku yang diklaim sebagai karya sendiri yang dihasilkan oleh AI.
Namun, ada juga setidaknya satu kasus yang dilaporkan di mana seorang guru (dengan tidak cekatan) menggunakan AI untuk secara salah “membuktikan” bahwa para siswanya telah melakukan kecurangan, yang mengakibatkan semua siswa tersebut mendapatkan nilai gagal.
Terdapat juga kasus baru-baru ini di mana seorang fotografer memenangkan sebuah kompetisi dengan mengirimkan foto yang dihasilkan oleh AI bukan hasil jepretannya sendiri. Pada kasus ini, sang fotografer memiliki niat baik dan mengembalikan penghargaannya setelah mengungkapkan apa yang telah dilakukannya.
Untungnya, saat ini terdapat beberapa metode yang cukup akurat untuk mendeteksi apakah karya tersebut dibuat dengan bantuan AI. Dalam artikel ini, saya akan melihat alat-alat yang ada, bagaimana cara kerjanya, serta mengapa hal ini penting untuk keamanan dan menjaga integritas akademik dan artistik.
Mengapa Deteksi Konten AI Penting?
Seiring dengan semakin umumnya konten yang dibuat oleh AI, potensi dampak yang mengganggu dan berbahaya juga meningkat. Contoh yang baik adalah fenomena deepfake, yaitu gambar atau video realistis dari orang-orang nyata yang tampak melakukan atau mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak pernah mereka lakukan. Telah terjadi kasus di mana deepfake digunakan untuk membuat konten pornografi palsu dari orang tanpa izin mereka, dan untuk membuat ucapan palsu bagi politisi, termasuk Barack Obama. Anda bisa menemukan video tentang Trump yang ditangkap (bahkan sebelum itu terjadi) dan Joe Biden menyanyikan lagu Baby Shark (yang, sejauh yang saya tahu, tidak pernah dilakukannya).
Mungkin beberapa di antaranya terlihat lucu, tetapi ada potensi dampak yang merugikan bagi individu yang terlibat atau bagi masyarakat pada umumnya jika hal tersebut mempengaruhi proses demokrasi.
AI juga telah digunakan untuk menciptakan suara manusia palsu untuk melakukan penipuan. Dalam satu kasus, suara palsu tersebut digunakan untuk mencoba menipu sebuah keluarga agar mempercayai bahwa anak perempuan mereka telah diculik, dengan tujuan memeras uang tebusan. Dalam kasus lain, seorang eksekutif perusahaan terpengaruh untuk mentransfer lebih dari $240.000 melalui suara deepfake yang ia yakini sebagai suara bosnya.
Jika digunakan oleh siswa untuk mencontek dalam menulis esai atau ujian, hal tersebut dapat merusak integritas sistem pendidikan serta reputasi sekolah dan perguruan tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan siswa tidak memperoleh persiapan yang memadai untuk karir yang mereka harapkan dan menurunkan nilai dari ijazah dan sertifikat.
Semua hal ini menyoroti pentingnya langkah-langkah pencegahan yang kuat untuk memberikan pemahaman kepada publik tentang bahaya AI dan, jika memungkinkan, mendeteksi atau bahkan mencegah penggunaannya. Tanpa penanganan masalah ini, AI dapat menyebabkan penyebaran disinformasi yang luas, manipulasi, dan kerusakan. Jadi, apa yang sebenarnya dapat dilakukan?
Metode-Metode untuk Mendeteksi Konten yang Dibuat oleh AI
Untungnya, terdapat beberapa metode yang tersedia untuk mendeteksi konten yang dibuat oleh AI.
Pertama, terdapat alat-alat digital yang menggunakan algoritma AI mereka sendiri untuk mencoba menentukan apakah sebuah teks, gambar, atau video dibuat dengan bantuan AI.
Anda dapat menemukan beberapa detektor teks AI yang tersedia secara gratis secara online. AI Content DetectorAI Content Detector mengklaim memiliki tingkat keakuratan sebesar 97,8% dan dapat memeriksa setiap teks untuk mencari tanda-tanda bahwa teks tersebut tidak ditulis oleh manusia. Hal ini dilakukan dengan melatih detektor tersebut menggunakan metode dan pola yang digunakan oleh alat seperti ChatGPT dan Model Bahasa Besar lainnya saat mereka menciptakan teks. Detektor ini kemudian mencocokkan informasi tersebut dengan teks yang dikirimkan untuk mencoba menentukan apakah itu adalah tulisan manusia alami atau teks yang dibuat oleh AI.
Hal ini dimungkinkan karena, bagi komputer, konten AI cenderung dapat diprediksi karena didasarkan pada probabilitas. Ini berarti bahwa konsep yang disebut “perplexity” dapat digunakan untuk menentukan apakah teks tersebut menggunakan bahasa yang sangat mungkin atau tidak. Jika secara konsisten menggunakan bahasa yang paling mungkin, kemungkinan besar itu dibuat oleh AI.
Jika penting bagi Anda untuk mengetahuinya dengan tingkat keyakinan yang tinggi, Anda dapat memeriksanya menggunakan beberapa detektor AI. Alat-alat lain yang berguna adalah Writer AI Content Detector dan Crossplag.
Untuk mendeteksi deepfake, perusahaan-perusahaan seperti Meta dan Microsoft bekerja sama dalam Deepfake Detection Challenge. Proyek ini secara rutin merilis kumpulan data yang dapat digunakan untuk melatih algoritma deteksi. Hal ini juga menginspirasi kontes di portal ilmu data kolaboratif Kaggle, di mana pengguna bersaing untuk menemukan algoritma yang paling efektif.
Untuk mengenali ancaman yang mungkin ditimbulkan oleh video dan gambar yang dibuat oleh AI terhadap keamanan nasional, organisasi militer juga ikut terlibat dalam perjuangan ini. Departemen Penelitian Lanjutan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (DARPA) telah menciptakan alat yang bertujuan untuk menentukan apakah gambar telah dibuat atau dimanipulasi oleh AI. Salah satu alat tersebut, yang dikenal sebagai MediFor, bekerja dengan membandingkan gambar yang dihasilkan oleh AI dengan gambar dunia nyata, mencari tanda-tanda seperti variasi dalam efek pencahayaan dan pewarnaan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Yang lainnya, yang dikenal sebagai SemaFor, menganalisis konteks antara gambar dengan judul atau cerita berita yang menyertainya.
Akhirnya, kita tidak boleh mengabaikan peran penilaian manusia dan pemikiran kritis dalam mendeteksi konten AI. Manusia memiliki “insting naluri” yang, meskipun tidak sepenuhnya sempurna, dapat membantu kita dalam menentukan keaslian. Melihat dengan kritis dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki—apakah Joe Biden mungkin benar-benar membuat video dirinya menyanyikan Baby Shark?—adalah hal yang penting, bukan hanya mengandalkan mesin semata.
Masa Depan Deteksi AI—Perlombaan Senjata?
Mungkin kita baru melihat tahap awal dari apa yang akan menjadi skenario “perlombaan senjata” ketika AI semakin efisien dalam menciptakan konten yang mirip dengan kehidupan nyata dan para pencipta alat deteksi berlomba-lomba untuk mengikuti perkembangannya.
Ini bukanlah pertempuran yang hanya akan dilakukan oleh para ahli teknologi. Ketika implikasi bagi masyarakat semakin jelas, pemerintah dan kelompok masyarakat akan menemukan peran penting sebagai pembuat undang-undang, pendidik, dan penjaga “kebenaran.” Jika kita menemukan bahwa kita tidak lagi dapat mempercayai apa yang kita baca, tonton, lihat, dan dengar, kemampuan kita untuk membuat keputusan yang berdasarkan informasi dalam setiap aspek kehidupan, dari politik hingga sains, akan terancam.
Menggabungkan solusi teknologi, penilaian manusia, dan pengawasan serta intervensi yang berpengetahuan, jika diperlukan, dari regulator dan pembuat undang-undang akan menjadi pertahanan terbaik kita menghadapi tantangan-tantangan baru ini.